Pages

Selasa, 02 Agustus 2011

Diammu adalah isyarat, sahabat


        Aku punya seorang teman yang bernama Haney. Haney adalah seorang remaja yang selalu ceria disetiap langkah yang dia tapaki. Terkadang saat melihatnya tawa kegiranganny itu membuat air mataku menetes dengan keadaanku yang terpengangah kagum dengannya. Sering ku mengira bahwa akupun tak bisa setegar dia, karena dengan keadaannya yang sedemikian ini dia masih bisa terlihat ceria dan apa adanya. Sudah lama dia mengidap kanker otak stadium lanjut, tetapi bahkan yang terlihat saat ini adalah seperti dia memiliki keadaan yang sehat. Haney tak pernah mengeluh sedikitpun dengan apa yang dia alami. Baginya, aku adalah sahabat, kakak, bahkan seperti tak ada jarak antara kita.
        Aku tahu betul semua yang ada padanya. Haney selalu bercerita mulai tentang yang dia miliki sampai yang dia alami dalam hidupnya. Aku dengar curhatnya, aku mendengar semuanya tapi satu yang tak pernah aku dengar darinya yaitu keluh kesahnya. Sering terbesit di benakku bahwa dia adalah wanita sempurna. Tapi dibalik itu ternyata Haney banyak menyimpan nafas sepahit empedu. Aku mengetahuinya setelah tak sengaja membaca buku diary miliknya. Aku buka halaman terakhir dari buku itu, dia banyak menulis kata “Mati”, awalnya aku tak tahu isyarat apa ini.
        Suatu hari aku pergi ke rumahnya saat dia sedang sakit. Aku membawa makanan kesukaannya yaitu martabak telur pedas. Haney terlihat senang tetapi aku bisa menerawang matanya kalau ada sesuatu yang dia sembunyikan. Dia senang tapi tak seperti senangnya ketika dulu aku pernah memberinya martabak telur saat pertama kali yaitu saat dia ulang tahun yang ke 15 tahun. Aku sudah menganggapnya lebih dari sahabat, tak tahu apa sebutannya. Saat setelah Haney tertidur, akupun meminta ijin untuk pulang. Tiba-tiba mamanya Haney memelukku bahkan dengan menetesnya air mata seorang guru yang sabar itu. Mamanya Haney adalah seorang guru yang sangat sabar. Ketika itu aku bingung dan tak percaya bahwa ibu guru ini benar-benar menangis di dekatku. Kata pertama yang dia ucap adalah “Kanker”, tak tahu apa maksudnya.
        Setelah aku mendengar panjang lebar cerita sang guru penyabar itu awalnya aku tak percaya bahwa Haney yang selama ini sehat, ceria, selalu mengeluarkan lelucon yang lucu itu sebenarnya menderita. Aku sayang Haney. Tak ada kalimat bahkan kata terucap dariku saat mamanya menyebutkan bahwa umur Haney tak lama. Dokter pun telah memprediksi saat kematiannya sudah dekat dan menyarankan kepadanya untuk bersiap-siap menghadapi saat kematiannya.
        Haney juga sama sekali tak mengajukan permintaan apa-apa pada semua orang. Saat itu aku benar –benar menyadari bahwa memang Haney menyembunyikan semua tentang penyakit yang dia dera selama ini. Turunlah gerimis air membanjiri kalbuku sambil keluar kata-kata ini:

Meski hari-hari silih berganti menerpa dengan segala kesusahan dan kesenangan, dan semua kejadian terus berlangsung tidaklah dapat melunakkan untuk galian yang keras dan tidak pula dapat menjinakkan sesuatu yang sulit untuk ditundukkan. Akan tetapi, menghadapi semua dengan jiwa yang mulia yang mampu memikul apa yang tidak mampu disangga sebelumnya. Untung saja jiwa-jiwa diselamatkan berkat kesabaran sehingga semua penyakit terusir sedang orang lain kurus, karena dilanda berbagai penyakit.

        Memang sulit sekali menerima kenyataan yang pahit seperti ini tapi aku menulisnya memang karena seorang sahabat itu sangat berarti untuk hidupku. Seperti Haney yang telah tiada kini, aku lambangkan sedemikian rupa karena sahabat adalah yang mengaliri cawan hidupku, mengisi kehampaan kalbu, dan semarakkan keheningan lubukku.


Laa tahzan..
Hidup ini lebih singkat daripada yang di bayangkan. 

2 komentar:

berdasarkan pengalaman pribadi ya kk
sampai segitunya

salam kenal ya..
ijin follow

ya campuran lah,
emg knp? :)

oke. :D

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More